Skip to:
Gigi memiliki banyak corak dan warna. Seputih-putihnya gigi natural, masih ada shade warna lain yang menempel di enamel terluar. Mungkin kamu penasaran apakah kondisi gigi yang kekuningan merupakan tanda masalah gigi? Atau kamu beranggapan bahwa gigi super putih saja yang masuk kategori warna gigi yang sehat? Agar lebih jelas, simak informasi tentang cara mengetahui warna gigimu dan apakah gigi tersebut sehat atau tidak.
Saat ini memang belum ada sistem standar untuk mengukur warna gigi, tetapi kamu bisa menggunakan panduan warna (shade guide) untuk mengetahui range warna gigimu. Sisi positif mengetahui warna gigi ini setidaknya bisa membantumu menentukan perbaikan dan tips menjalani habit yang positif untuk mengubah warna gigi setingkat lebih putih.
Shade guide gigi sendiri memiliki variasi level dari cerah hingga pekat. Kamu bisa membandingkan dengan melihat ke panduan warna dan melihat level warna yang paling sesuai dengan kondisi riil gigimu. Setelah mengetahuinya, kamu bisa menentukan langkah berikutnya, yakni memperbaiki warna gigi ke level yang lebih putih sekitar 2-3 tingkat agar perubahannya tidak terlalu drastis dan terlihat lebih natural. Warna gigi berada pada permukaan enamel yang umumnya memiliki warna putih bervariasi. Di bagian dalam enamel terdapat lapisan kekuningan yang disebut dentin.
Bagi sebagian orang lapisan enamel yang tipis menunjukkan gigi cenderung kekuningan. Hal itu sebenarnya normal apalagi jika kondisi enamel yang transparan itu diturunkan secara genetik. Sehingga warna gigi yang putih kekuningan masih terbilang wajar bagi pemilik lapisan enamel gigi yang tipis atau transparan.
Menurut panduan warna tooth shade guide, warna gigi terdiri dari 4 kategori yakni A, B, C, D yang kemudian dirinci lagi ke subkategori berdasarkan level kepekatannya. Nah, uniknya setiap kategori warna gigi memiliki varian paling putih dengan penamaan angka 1. Artinya, gigi yang paling putih adalah yang memiliki warna A1, B1, dan C1. Sementara gigi yang paling pekat berada di nomor 4 dari masing-masing kategori.
•A (reddish brown)
Merupakan warna gigi dengan tone warna cokelat kemerahan. Terdiri dari variasi A1 - A2 - A3
- A3,5 - A4.
• B (reddish yellow)
Merupakan warna gigi dengan tone warna kuning kemerahan. Terdiri dari variasi B1 - B2 - B3
- B4
• C (gray)
Merupakan warna gigi dengan tone warna abu-abu. Terdiri dari variasi C1 - C2 - C3 - C4
• D (reddish gray)
Merupakan warna gigi dengan tone warna kelabu kemerahan. Terdiri dari variasi D2 - D3 - D4.
Putih, Kuning, Cokelat: Manakah Warna Gigi yang Sehat? Melansir dari Lifetime Dental Ga, umumnya warna gigi dibedakan menjadi 3 yakni:
Putih
Gigi yang putih bersih disukai karena meningkatkan daya tarik fisik dan menandakan pemiliknya merupakan orang yang terawat. Meski demikian gigi yang terlalu putih tidak selalu menunjukkan lebih sehat karena bisa jadi hal itu merupakan hasil treatment untuk pemutihan gigi atau polishing yang kadang membuat gigi semakin lemah. Gigi putih yang dirawat secara natural biasanya masih memiliki shade warna lain. Asalkan tidak ditemukan karies (lubang gigi) atau masalah gigi yang serius, gigi putih bisa menunjukkan kualitas gigi yang sehat.
Kuning
Mayoritas orang memiliki warna gigi kekuningan. Hal tersebut wajar karena permukaan enamel yang berwarna putih kebiruan atau transparan memiliki tebal-tipis yang berbeda sesuai genetik. Lapisan di bawah enamel yakni dentin-lah yang memiliki warna kuning.
Tak heran, jika gigi kebanyakan orang terlihat memiliki corak kekuningan. Gigi kekuningan ini termasuk normal dan sehat jika sering dirawat dengan menggosok gigi teratur. Sayangnya, semakin tua usia, gigi pun semakin terlihat pekat kekuningan. Apalagi jika ditambah dengan gaya hidup mengonsumsi makanan dan minuman berwarna yang membuat gigi semakin kuning dan gelap.
Cokelat
Gigi kecokelatan umumnya menunjukkan gaya hidup kurang sehat. Penyebabnya adalah seringnya mengonsumsi rokok, nikotin, kafein, minuman beralkohol, atau produk berwarna gelap yang tinggi kadar tanin-nya.
Bahkan bagi perokok berat yang kurang merawat gigi, warna gigi yang cokelat bisa semakin gelap dan berisiko menyebabkan munculnya plak yang mengeras dari timbunan tartar rokok. Itulah kenapa gigi yang kuat dan sehat alami justru bukan berwarna putih seperti kertas. Ada variasi tone warna gigi dari kuning hingga abu-abu sesuai enamel yang dimiliki maupun gaya hidup yang dijalani sehari-hari.
1. Kurangi makanan dan minuman yang bikin warna gigi berubah
Jauhi minuman yang mengandung tanin tinggi, teh, kopi, minuman beralkohol, dll. Selain itu beberapa jenis makanan juga bisa meninggalkan warna seperti saus tomat, kuah kari kental, atau makanan yang mengandung asam.
2. Stop merokok.
Faktor terbesar yang membuat enamel gigi berubah gelap adalah merokok. Berhenti merokok bukan hanya berdampak pada kesehatan tubuh secara umum, tetapi juga membuat gigi lebih sehat dan terhindar dari warna kuning gelap.
3. Bijak mengonsumsi antibiotik
Beberapa jenis antibiotik mampu mengubah warna gigi menjadi kuning dan sulit untuk kembali putih seperti semula. Apalagi jika antibiotik tersebut dikonsumsi ibu hamil atau anak di bawah usia 8 tahun. Dampak buruknya bisa menyebabkan gigi kuning permanen pada anak saat dewasa nantinya.
4. Rutin pakai mouthwash dan pasta gigi
Terakhir, lakukan perawatan gigi di rumah dengan kebiasaan mendasar seperti rajin berkumur, memakai mouthwash, flossing, menggosok gigi sebelum tidur dan di pagi hari, serta menerapkan gaya hidup sehat. Dengan begitu impianmu mendapatkan gigi putih sehat semakin mudah.
Kesimpulannya, dengan konsisten menjaga kesehatan gigimu dengan good habit secara basic saja, sudah cukup signifikan lho untuk membuat warna gigi tidak berubah menjadi pekat. Ditambah lagi, masih ada cara bikin gigi putih setingkat lebih cerah, yakni kamu bisa pakai Closeup White Attraction Natural Smile yang mengandung formula baru alami ekstrak lemon essence dan seasalt! Noda kuning di gigi hilang dan bikin gigimu jadi putih alami dalam waktu 2 minggu saja! Dapatkan senyum yang lebih memukau dengan gigi putih dan nafas segar!
Artikel telah ditinjau secara medis oleh drg. Veni Emiria
Reference: